Thursday, January 10, 2019

AFEKTIF YANG EFEKTIF ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

AFEKTIF YANG EFEKTIF ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0


Era Revoluasi Industri 4.0 (RI 4.0) dihadapkan dengan keterbukaan teknologi, seluruh sendi kehidupan manusia di dekatkan dengan teknologi. Lima tahun atau sepuluh tahun lalu kita yang mencari-cari bagaimana memanfaatkan teknologi tersebut, namun seiring dengan perkembangannya dengan RI 4.0 sudah tidak ada penghalang untuk mendapatkan informasi sesuai dengan keperluan yang kita inginkan. Contoh yang paling kongkrit adalah Ojek Online, Taksi Online dan atau GoCerdas. Dahulu apabila kita ingin naik taksi harus menuju jalan raya agar mudah mendapatkan taksi tersebut. Begitu juga apabila orang tua memerlukan guru ngaji atau guru mata pelajaran tinggal klik GoCerdas semua tersedia guru-guru yang hebat dalam aplikasi ini.


Tak ketinggalan dunia pendidikan juga terasa dampaknya.  Informasi-informasi terkait dengan dunia pendidikan tersedia dalam gaway asalkan tersambung dengan internet. Semua ilmu yang kita inginkan tinggal ketik sesuatu yang kita ingin maka keluarlah seluruh artikel maupun videonya. Hal ini merupakan tantangan yang luar biasa bagi guru-guru untuk lebih cerdas menyikapi kemajuan ini, guru harus lebih update daripada siswanya, jadi guru harus update jangan menjadi guru yang kudet (kurang update), terutama ranah kognitif dan psikomotirik.


Untuk ranah kognitif, kita dihadapkan dengan siswa-siswa yang aktif di dunia maya. Mereka akan mempelajari baik mata pelajaran maupun kehidupan dengan mudah didapat di media sosial. Guru mengarahkan agar artikel-artikel yang rujukannya benar dapat dijadikan pengayaan intelektualnya, karena apabila tidak dibimbing menggunakan internet sehat maka menjadi masalah juga dikemudian hari. Mungkin pada kesempatan dalam kegiatan belajar mengajar diselipkan kegiatan mencari artikel yang sesuai dengan mata pelajaran di internet secara bersama-sama dan guru menentukan topik yang akan dibahas secara individu maupun kelompok sesuaikan dengan situasi dan kondisi.


Ranah psikomotor sangat diperlukan oleh siswa agar menjadi manusia yang unggul dalam dunia global karena harus memiliki keterampilan yang mumpuni baik secara mandiri maupun secara kelompok. Keterampilan merupakan suatu keharusan dalam ERA RI 4.0, apabila tidak memiliki keterampilan maka akan tergilas dengan teknologi atau Sumber Daya Manusia yang lebih terampil baik dari dalam maupun dari luar negeri. Keterampilan harus dalam bimbingan/pengawasan guru agar siswa memiliki keterampilan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur.


Pada ERA RI 4.0 ranah Afekti menjadi modal yang paling berharga untuk menciptakan manusia yang bermartabat. Afektif lebih dekat dengan membentukan sikap, pembentukan sikap lebih efektif di sekolah karena siswa lebih banyak aktifitasnya di sekolah, nah peran guru itu sangat penting karena guru adalah figur yang ditiru secara langsung, baik perkataan maupun perbuatannya. Guru dituntut memiliki kesempurnaan sikap, karena menjadi model langsung dihadapan siswa. Apalagi sekarang dengan kebijakan fullday school, benar-benar siswa melihat keseharian sikap guru. Mengapa peran sekolah sangat penting untuk pembentukan sikap anak, karena anak/siswa lebih banyak waktunya di sekolah, contoh perputaran waktunya jam sekolah antara pukul 7.00 sampai dengan 16.00, pulang ke rumah bersih-bersih, lalu  aktifitas menjelang malam sampai dengan pukul 21.00 istirahat tidur, bangun jam 05.00 persiapan berangkat ke sekolah. Waktu di rumah dari pulang sekolah sampai dengan aktifitas pagi kurang lebih 5,5 jam sedangkan waktu anak/siswa lebih banyak dihabiskan di sekolah lebih dari 8 jam, kegiatan tersebut dijalani 5 hari dalam seminggu. Untuk hari sabtu dan minggu merupakan hari keluarga dimana anak/siswa lebih banyak memilih istirahat daripada menemani aktifitas orang tua. Mungkin untuk anak/siswa yang masih duduk di bangku sekolah dasar atau SMP masih bisa diajak ke sana-ke sini aktifitas liburan sabtu dan minggu. Waktu sabtu dan minggu merupakan hari di mana mereka melihat contoh konkret sikap orang tuanya secara terbatas, hal ini menurut saya menanamkan kesempurnaan sikap anak/siswa yang didapat seminggu penuh dengan meneladani sikap guru di sekolah dan dilengkapi dengan contoh sikap di rumah pada hari libur. Guru dan orang tua harus bersinergi untuk menumbuhkan sikap yang baik terhadap anak/siswa. Penting porsi ranah affektif digaungkan lebih besar dalam kegiatan belajar mengajar, karena dukungan era RI 4.0 untuk ranah kognitif dan psikomotorik sudah cukup tinggi. Teknologi sudah semakin canggih harus diiringi dengan sikap yang baik (bermoral, berintegritas, bermartabat).


Ada beberapa contoh perilaku guru yang diharapkan dapat menjadi teladan sikap/afektif bagi siswa. Beberapa contoh tersebut diantaranya, tidak merokok di area sekolah, meminta siswa berdoa sebelum memulai pelajaran, memungut sampah yang berserakan, mengikuti praktek literasi di saat apel pagi dengan buku bacaan yang bertemakan kisah inspiratif selanjutnya bergiliran dengan siswa menceritakan kepada siswa intisari buku yang dibacanya, membalas senyum siswa, memuji siswa jika ia mengerjakan tugas dengan baik, masuk kelas tepat waktu dan masih banyak lagi contoh lain. Contoh-contoh yang sederhana namun mengena di hati siswa dan menginspirasi mereka untuk mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari.


Semoga tulisan ini dapat memberikan inspirasi, mencetak generasi bermoral dan berintegritas dalam menghadapi bonus demographi 2030-2045, serta SDM yg kita siapkan sekarang dapat bersaing dalam kancah global.


#GOcerdas

Peningkatan Kompetensi Pembelajaran bagi Guru Indonesia

Sampai hari ini sudah banyak program peningkatan kompetensi guru yang telah dilakukan oleh Kemdikbud. Namun begitu meskipun kompetensi guru diangkat tuntas oleh pemangku kebijakan dalam hal ini adalah Kemdikbud,  tanpa disadari masih banyak guru yang kompetensinya lemah, apalagi untuk memenuhi empat kompetensi guru menuju guru profesional masih jauh dari harapan. Bahkan progam Tunjangan Profesional Guru pun belum mampu menjawab permasalahan peningkatan kompetensi guru tersebut. Hal ini tentu saja berdampak pada peningkatan kompetensi siswa, yang pada kenyataannya belum sesuai harapan. Kondisi ini diperkuat dengan adanya hasil asesmen yang dilakukan oleh beberapa lembaga luar negeri maupun dalam negeri yang menunjukkan bahwa kompetensi siswa Indonesia masih rendah.


Berdasarkan hasil dari sistem penilaian internasional atau yang lebih dikenal dengan sebutan PISA (Program for International Student Assessment) di tahun 2015 terdapat perubahan pencapaian kompetensi siswa Indonesia dibandingkan hasil PISA 2012, yaitu naik ke peringkat 68 dari 72 negara. Namun begitu kompetensi siswa Indonesia masih rendah dan masih perlu ditingkatkan. Sebagai catatan kompetensi yang diukur oleh PISA hanya 3 bidang yaitu Literasi Baca, Literasi Sain dan Literasi Matematika. Masih di tahun yang sama yaitu 2015, pencapaian yang tidak jauh berbeda dengan hasil PISA adalah hasil asesmen  oleh TIMSS. Indonesia hanya mengikuti pengukuran 2 bidang saja yaitu matematika dan sain serta memperoleh peringkat 45 dari 48 negara. 


Asesmen kedua lembaga luar negeri tersebut dianggap beberapa pihak tidak relevan dengan kondisi siswa Indonesia. Materi yang diujikanpun dianggap tidak sesuai dengan kurikulum yang diajarkan di Indonesia. Salah satunya adalah soal-soal yang diujikan belum pernah sama sekali diajarkan. Begitu juga asesmen yang dilakukan lembaga dalam negeri yaitu Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) hasilnyapun hampir sama dengan asesmen dari lembaga luar negeri. Dari tiga bidang yang diujikan yaitu Literasi baca, Literasi Sain dan Literasi Matematika hasilnyapun tidak membahagiakan juga (www.puspendik.kemdikbud.go.id).


Melihat kondisi kompetensi siswa dengan asesmen di atas masih jauh dari harapan dan sangat memprihatinkan. Oleh karena itu terdapat perubahan arah kebijakan Kemdikbud pada saat ini, tidak lagi terfokus pada peningkatan kompetensi guru melainkan lebih terarah pada peningkatan bagaimana guru dapat meningkatkan pembelajaran di kelas. Salah satu kebijakan yang mendukung hal tersebut adalah Program Kompetensi Pembelajaran. Dengan program ini kompetensi siswa diharapkan dapat meningkat dan pembelajaran yang dilakukan di kelas dapat bermakna.  Agar program kompetensi pembelajaran ini dapat  terlaksana dengan sukses, diperlukan peran aktif guru terutama dalam kondisi nyata di lapangan (kelas).


Jadi benang merah dari permasalahan di atas adalah Kompetensi Guru, Kompetensi Siswa dan Kompetensi Pembelajaran. Bagaimana kompetensi pembelajaran  yang baik dapat meningkatkan 

kompetensi siswa menjadi lebih baik. Guru dengan kompetensi pembelajaran yang baik diharapkan mampu merencanakan, 

melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran yang berorientasi 

pada keterampilan berpikir siswa tingkat tinggi. Untuk memiliki kompetensi pembelajaran yang baik seorang guru harus memiliki kompetensi yang baik pula. Agar kompetensi guru menjadi lebih baik ia harus melakukan pengembangan keprofesian berkelanjutan.  Pada kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan ini guru akan terus menerus belajar untuk peningkatan dirinya, termasuk untuk mempelajari metode pembelajaran yang  baik dan menarik. Selain itu dalam hal meningkatkan kompetensi pembelajaran di kelas, kondisi sekarang  sudah banyak tersedia metode pembelajaran yang paling efektif untuk mencapai KI/KD pada setiap mata pelajaran. Materi tentang metode tersebut dapat di unduh atau dipelajari melalui online/internet, dari  itu guru harus selalu berselancar di internet untuk mencari dan mempelajari metode pembelajaran  apa yang paling menarik dan efektif. 


Setidaknya ada tiga metode pembelajaran yang sedang hangat dibicarakan saat ini. Metode pertama adalah High Order Thinking Skill (HOTS) yang diciptakan oleh Bloom, ada 3 pendekatan pembelajaran yang sangat penting dalam metode pembelajaran HOTS yaitu: afektif (sikap), kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (keterampilan).  Metode kedua adalah Science, Technology, Engineering, Mathematic (STEM) yang ditemukan oleh Torlakson, diharapkan siswa dapat menyelesaikan masalah dengan empat pendekatan tersebut. Metode pembelajaran terakhir adalah metakognitif.  Metakognitif merupakan metode kesadaran berpikir tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Dalam konteks pembelajaran siswa mengetahui harus bagaimana untuk belajar, harus mengetahui kemampuan dan modalitas/mental belajar yang dimiliki, dan wajib mengetahui strategi belajar terbaik untuk belajar efektif. Sebenarnya masih banyak metode-metode pembelajaran yang baik dan menarik namun penulis hanya menuliskan sesuai dengan perkembangan terkini saja. Metode pembelajaran tersebut hanya merupakan sebuah jembatan atau kendaraan untuk mencapai tujuan utama tercapainya KI/KD sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan.


Marilah guru merubah gaya pembelajaran yang masih klasik (guru menjadi aktor utama dalam pembelajaran), libatkan siswa dalam pembelajaran di kelas, buatlah kelompok kecil di kelas, buatlah suasana belajar aktif dan atraktif serta berfikir kritis, siswa mulai diajak mandiri dan percaya diri dalam mengemukakan pendapat baik di kelompoknya maupun di depan kelas, guru wajib memancing anak untuk berpikir kritis, libatkan orang tua siswa dalam pembelajaran, contohnya siswa diminta menjelaskan sebuah benda di sekitarnya dengan cara menuliskan dalam sebuah cerita yang melibatkan orangtuanya, tulisan tersebut dapat memuat maksimal 5 kalimat dan atau 100 kata baru. 


Inti dari peningkatan kompetensi siswa adalah guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman, siswa bahagia dan guru selalu berimprovisasi agar siswa rajin ke sekolah karena pelajaran yang selalu menarik. Peningkatan kompetensi siswa mutlak diperlukan. Hal ini dikarenakan bersamaan dengan selesainya siswa menempuh pendidikan di sekolah,  siswa pun harus menghadapi tantangan kehidupan abad 21. Di era mereka nanti dibutuhkan siswa yang memiliki ketrampilan berfikir tingkat tinggi. Ketrampilan berfikir tingkat tinggi ini mencakup kompetensi siswa dalam berfikir kritis, kreatif, mampu berkomunikasi, dan mampu berkolaborasi, yang kesemuanya itu dianggap mampu menjawab tantangan di abad 21. 


Di sisi lain era revolusi industri 4.0 menawarkan berbagai informasi yang sangat mudah dan cepat. Sebagai contoh, kita tinggal mengambil telepon pintar dan semua keinginan dalam pikiran kita tersedia dengan mengetik apa yang sedang kita pikirkan. Hasil-hasil atau referensi keinginan kita semua didekatkan dengan teknologi.  Ribuan bahkan jutaan bahan ajar tersedia dengan sangat jelas di telepon pintar kita, mulai dari Kebijakan formal pendidikan melalui permendikbudnya seperti Kurikulum 13, bahan-bahan pengajaran yang mengacu pada K13 maupun Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, Indikator KI/KD dan aturan lain yang menjadi acuan akademik bagi guru Indonesia. Kemudahan-kemudahan tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan oleh para guru untuk mencapai kompetensi siswa yang baik. Guru tidak sekedar berdiam diri ataupun menunggu untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah, namun guru juga harus aktif mencari informasi dengan memanfaatkan media internet yang ada di telepon pintar. Karena itu guru yang melek literasi digital mutlak dibutuhkan. Dan sudah menjadi keharusan bahwa guru dengan kompetensi yang baik wajib menguasai teknologi dengan baik juga.


Demikian, semoga tulisan ini dapat menjadi koreksi kita semua terhadap kondisi pendidikan kita selama ini.

Ayo siapkan generasi emas dengan kecakapan Abad 21.


#GoCerdas

Petunjuk Teknik Pendaftaran Webinar Seri Guru Belajar GTK Dikdas

Petunjuk Teknis Pendaftaran Webinar Seri Guru Belajar Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar Direktorat Jenderal Guru d...